‘’ GERAKAN KECIL MENCINTAI BUMI ‘’
Siang itu terasa cerah. Walaupun
demikian, sengatan terik matahari terus terasa di kota Waingapu. Namun, suasana
tersebut tidak membuat Eza dan Andre yang sedang berjalan kaki sepulang sekolah
kehilangan semangat. Eza dan Andre sama-sama bersekolah di SMP Negeri 2
Waingapu. Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Selain itu, mereka
juga satu kompleks perumahan.
“Za,
istirahat dulu yuk!” ujar Andre, saat tiba di dekat taman tempat biasa orang
bersantai. Eza hanya mengangguk, yang menandakan dia setuju akan hal itu.
“Sejuknya.” Kata Andre saat duduk bersandar di bawah pohon taman
tersebut. Andre menarik nafas sekuat-kuatnya, kemudian melepasnya secara perlahan. Eza hanya tertawa ketika melihat
tingkah Andre
“Sungguh
menyenangkan ya, duduk di bawah pohon sambil menikmati angin sejuk! Ujar Eza
sambil memandangi arus lalu lintas yang berjalan tertib.
“Kamu
benar Za. Rasanya, aku ingin berlama-lama disini.” Kata Andre sambil meregangkan
kakinya yang lelah.
“Jadi,
nikmatilah suasana seperti ini. Karena jika hari sudah gelap, kita tidak akan
bisa merasakan hal seperti ini.” tanggap Eza kemudian.
“Apa
maksudmu Eza? Bukankah di bawah pohon pada malam hari udaranya juga sejuk?” tanya
Andre tidak mengerti. Eza hanya tersenyum dan berpaling ke arah Andre.
“Memang
sejuk Ndre, tapi itu tidak baik untuk kesehatan kita. Karena saat malam hari di
bawah pohon, oksigen kita akan dihisap oleh daun pepohonan!” jelas Eza seraya
bergaya seperti seorang guru yang sedang mengajari muridnya. Andre hanya
mengangguk tanda mengerti. Karena hari sudah semakin siang, akhirnya mereka
segera melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di pertigaan jalan, mereka
akhirnya berpisah.
Setiba
di rumah, Andre langsung mengucapkan salam dan segera berlari menuju dapur
dengan tubuh masih berseragam. Disitu, Andre melihat Ibunya sedang memasak.
“Masak
apa Bu?” tanya Andre sambil memperhatikan Ibunya yang sedang memasak.
“Ini,
tahu saus cabe. Makanan kesukaanmu kan?” tanya Ibu, sambil mengaduk kuah saus
tersebut.
“Ibu
benar sekali! Apa masakan Ibu masih lama matangnya?” tanya Andre.
“Sebentar lagi! Ganti baju dulu Ndre!”
Setelah
berganti pakaian, Andre kembali lagi ke dapur.
“Andre
buang sampah ini di bak penampungan sampah di pinggir jalan ya, agar mudah
diangkut oleh petugas pembersih keliling!” ujar Ibu seraya memberikan plastik
besar berwarna hitam yang berisi sampah.
“Andre
lelah Bu! Bagaimana, jika dibuang ke selokan saja? Kan, selokannya mengalir ke
arah sungai, jadi bisa gampang dibersihkan!” jelas Andre sambil bermalas-malasan.
Ibu hanya mengeleng-geleng. Lalu mematikan kompor.
“Andre,
kalau di buang ke selokan sampahnya akan menumpuk. Dan ketika sampahnya telah menumpuk, itu dapat menjadi sarang
penyakit. Jika sampah tersebut di alirkan ke sungai, dapat mengakibatkan banjir,
yang berbahaya bagi kita!” Jelas Ibu. Andre hanya diam memikirkan apa yang
dikatakan Ibunya.
“Dan yang harus kamu tahu, hewan air yang
hidup di sungai itu juga akan mati. Jadi, jika sungai tersebut telah
tercemar kita akan kesulitan mendapatkan
air bersih!” jelas Ibu sekali lagi dengan suara yang lembut.
“Oh,
begitu ya Bu. Hal yang aku remehkan ternyata menimbulkan hal yang berbahaya.
Kalau begitu, Andre pergi dulu ya Bu.” Kata Andre sambil bergegas pergi.
Tiba-tiba, Ibu memanggil Andre yang sudah keluar dari halaman rumah.
“Ada apa
Bu?” tanya Andre heran.
“Ingat,
plastik hitamnya jangan dibuang!” kata Ibu sambil berlalu. Setelah melakukan
apa yang diperintahkan Ibunya, Andre segera pulang ke rumah dan langsung menuju
ke dapur sambil menenteng plastik hitam tadi.
“Nah,
sekarang kamu boleh makan. Tapi, cuci tangan dulu ya. Berikan plastik itu pada
Ibu!” kata Ibu seraya menerima plastik tersebut dari Andre. Setelah selesai
mencuci tangannya, Andre segera melahap makanannya yang tersedia di atas meja.
“Mengapa
plastik itu tidak dibuang saja Bu?” kata Andre sambil mengunyah makanannya.
“Begini
Ndre, plastik itu tidak dapat diuraikan oleh mikrooganisme tanah. Jadi,
penggunaan plastik yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran tanah. Oleh
karena itu, kita harus mengurangi pemakaian yang berbahankan plastik.” jelas
Ibu.
“Oh, begitu
ya Bu. Tapi, sampah plastik juga dapat dimanfaatkan Bu.” Kata Andre sambil
mengunyah.
“Tentu
saja. Ibu yakin, kamu pasti tahu caranya. Tapi, teruskan dulu makanmu. Tidak
baik makan sambil berbicara.” kata Ibu menyarankan.
Andre
menyadari bahwa dia sedang makan. Masakan Ibunya, memang selalu enak. Jadi,
tidak heran apabila Andre makan dengan lahap. Sampai tidak sadar, Andre telah
menambah nasinya. Melihat anaknya sudah selesai makan, barulah Ibu melanjutkan
pembicaraanya.
“Oh ya
Ndre, sepertinya Ibu punya ide untuk menambah kreativitasmu melalui barang
bekas.” Kata Ibu sambil membereskan alat masaknya.
“Ah,
Andre tahu Bu. Pasti menggunakan plastik bekas kan Bu?” tanya Andre menebak.
“Nah,
kamu sudah tahu. Jadi, tunggu apalagi?” kata Ibu sambil tersenyum.
“Baiklah
Bu. Andre ke rumah Eza dulu ya.” Kata Andre seraya berlalu dari hadapan Ibunya.
***
Sesampainya di rumah Eza, Andre segera memberitahukan apa yang telah
direncanakannya. Eza setuju. Dan akhirnya, mereka segera pergi ke bak sampah di
pinggir jalan. Mereka mengambil botol-botol plastik untuk membuat hiasan.
Setelah mengambil apa yang diperlukan, mereka segera bekerja dengan benda
tersebut.
“Nah,
ini hasil karyaku yang pertama!” kata Eza bangga sambil memperlihatkan
karyannya pada Andre.
“Wah,
hiasan yang bagus!” puji Andre. “ Baiklah, akan ku buat yang lebih bagus.”
Eza
hanya tertawa melihat sikap Andre yang tekun berusaha untuk membuat hiasan
tersebut. Satu jam kemudian, mereka akhirnya selesai membuat hiasan dari
botol-botol plastik, yang berjumlah 38 buah. Mereka cukup puas dengan hasil
yang mereka capai. Hiasan dari plastik tersebut, akan mereka gunakan untuk
menghias setiap bingkai jendela di kelas mereka.
Besoknya
di sekolah, Eza dan Andre sengaja datang lebih pagi dari biasanya agar dapat
melaksanakan rencana mereka. Akhirnya, mereka dapat mengerjakan rencana mereka
dengan baik. Anak-anak yang datang pun, dibuat tercengang. Ketika pelajaran
akan dimulai, Eza menyenggol Andre yang duduk di sampingnya.
“Menurutmu, bagaimana pendapat Bu Eni saat melihat kelas kita?” tanya
Eza. Andre mulai berpikir sambil melirikkan matanya ke semua arah.
“Aha,
aku tahu! Pasti beliau akan bangga pada kita!” tebak Andre bersemangat.
Percakapan mereka akhirnya terhenti karena, Bu Eni, guru Bahasa Indonesia yang
sekaligus wali kelas mereka datang.
“Selamat
pagi anak-anak!” sapa Bu Eni.
“Selamat
pagi Bu!” kata anak-anak serentak. Bu Eni melihat ke seluruh ruangan kelas
sambil tersenyum.
“Tampaknya, ada yang berbeda dari kelas ini?” tanya Bu Eni menyelidiki.
Andre dan Eza hanya tersenyum. Karena, merekalah yang melakukan semua itu.
“Andre
dan Eza yang melakukannya, Bu.” seru Viola dari belakang bangku Andre dan Eza.
Bu Eni tersenyum bangga pada mereka.
“Andre,
Eza terimakasih karena kalian telah menuangkan hasil kreativitas kalian untuk
memperindah kelas ini. Ibu bangga pada kalian. Jadi, tidak salahnya jika,
kalian berdua bekerjasama dengan teman lainnya untuk mewujudkan rencana yang
akan kalian lakukan.” jelas Bu Eni seraya melipat kedua tangannya, yang
merupakan gaya khasnya saat berbicara. Andre dan Eza mengangguk mengerti.
Setelah itu, mereka melanjutkan pelajaran.
Waktu
istirahat adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua siswa. Biasanya,
waktu itu digunakan anank-anak untuk bermain atau membeli makanan yang tersedia
di kantin sekolah. Kalau masih belum puas dengan jajanan yang tersedia di
kantin sekolah, biasanya anak-anak membeli jajanan yang dijual di sebelah luar
pagar sekolah. Seperti biasa, setelah kegiatan anak-anak terhenti karena bunyi
bel, seluruh bagian kantin dan samping
pagar sekolah penuh dengan sampah yang berceceran.
Andre yang telah menyadari betapa pentingnya
lingkungan yang sehat itu, lalu menegur temannya Dewi yang saat itu sedang
membuang sampah sembarangan.
“Dewi,
mengapa kamu membuang sampah sembarangan? Bukankah sekolah kita telah
menyediakan bak sampah?” tegur Andre dengan sopan.
“Semua bak
sampah sudah penuh. Lagian, lihat saja Ndre. Sekolah kita berceceran dengan
sampah . Jadi, aku buang saja ke sembarang tempat.” kilah Dewi.
Andre bingung mengatakan apa. Karena semua bak
sampah di sekolahnya, sudah penuh dengan sampah. Akhirnya, Andre berlalu begitu
saja dari hadapan Dewi tanpa mengatakan apa-apa. Dewi yang ditinggalkan hanya
bingung sendiri dan segera masuk ke kelas. Karena, bel masuk sudah berlalu
selama lima menit.
***
Sepulang
sekolah, seperti biasanya Andre dan Eza pulang bersama-sama. Andre menceritakan
apa yang menjadi kebingungannya pada Eza.
“Wah,
sekarang kamu jadi lebih peduli ya, pada
lingkungan!” puji Eza.
“Yah,
begitulah. Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Andre yang masih bingung
mencari penyelesaian masalah tersebut.
“Hal
yang mudah. Tapi, kita harus membuat kelompok dulu yang terdiri dari lima
orang!” jelas Eza.
“Untuk
apa Za?” tanya Andre penasaran.
“Nanti
akan kujelaskan, setelah kelompok kita terbentuk.” Kata Eza membuat Andre
semakin penasaran
Akhirnya, mereka memutuskan untuk memilih Sandra, Didi, dan Viola untuk
menjadi anggota kelompok mereka. Tetapi, hal tersebut belum sah. Karena belum
ada persetujuan dari mereka yang akan dipilih. Setelah mengutarakan maksud
pembentukan kelompok tersebut, akhirnya mereka setuju.
“Nah,
sekarang kelompok kita sudah terbentuk. Kita akan membahas mengenai masalah
kebersihan di sekolah kita.” jelas Eza.
“Seperti
yang kita lihat di sekolah, sampah selalu berceceran setiap jam istirahat
berakhir. Sampah-sampah tersebut, dibiarkan menumpuk jika dibersihkan. Jadi,
semakin hari sampah yang menumpuk akan semakin banyak.” jelas Andre.
“Nah,
aku sudah tahu permasalahannya. Bagaimana caranya agar dapat memusnahkan sampah
yang ada di sekolah kita?” tebak Viola.
“Tepat
sekali!” kata Andre sambil mengancungkan jempolnya pada Viola.
Akhirnya, mereka merumuskan masalah tersebut dan memutuskan untuk
memberitahukan hal tersebut pada Bu Eni agar dapat ditindaklanjuti.
Esoknya di sekolah, mereka
berlima segera menemui Bu Eni di kantor guru. Mereka memberitahukan apa yang
menjadi permasalahannya.
“Ibu
mengerti apa yang kalian rasakan sebagai murid di sekolah ini. Jadi, apa yang
akan kalian lakukan?” tanya Bu Eni. Mereka bungkam. Tak ada yang berani bicara. Akhirnya, viola
langsung angkat bicara.
“Bu,
kami ingin usul kami ini disampaikan pada Bapak Kepala Sekolah. Kami ingin
seluruh siswa turut berpartisipasi dalam kegiatan pembersihan lingkungn
sekolah.” jelas Viola memberanikan diri. Bapak Kepala Sekolah yang kebetulan
lewat, menghampiri mereka.
“Ada apa
anak-anak kalian berkumpul disini?” tanya Bapak Kepala Sekolah pada
mereka. Anak-anak tak berani bicara pada Bapak Kepala Sekolah. Karena mereka
takut untuk memberitahukan hal tersebut. Akhirnya, Bu Eni yang memberitahukan
hal tersebut pada Bapak Kepala Sekolah. Sambil memasukkan tangannya ke dalam saku
celana, Bapak Kepala Sekolah tersenyum sambil mengangguk-angguk mendengar
penjelasan Bu Eni.
“Baiklah
anak-anak. Sebenarnya, Bapak sering memperhatikan sampah-sampah yang
menumpuk di sekolah ini. Namun, saat ini
Bapak masih fokus terhadap pembangunan gedung sekolah baru yang saat ini hampir selesai. Jadi, bagaimana
penjelasan rencana kalian selanjutnya?” tanya Bapak Kepala Sekolah kemudian.
“Terimakasih
Pak telah menghargai rencana kami. Begini Pak, sebaiknya kita meluangkan satu hari untuk membersihkan
sekolah kita. Karena, sampah yang menumpuk sudah semakin banyak. Hal itu
dapat kita atasi dengan adanya kerjasama antara warga sekolah!” jelas Eza.
“Dan
menurut saya Pak, sampah tersebut juga dapat kita manfaatkan. Misalnya, kita
memisahkan sampah organik dan non organik. Contohnya, sampah organik seperti
daun-daunan yang dapat kita olah menjadi
pupuk kompos alami. Sedangkan, sampah
non organik seperti plastik-plastik, dapat kita jual maupun dibuat menjadi
suatu karya seni.” tambah Andre kemudian.
Bapak
Kepala Sekolah mengangguk-angguk. Ia juga merasa heran, ternyata masih ada
anak-anak yang peduli terhadap lingkungan.
“Benar
Pak. Seperti yang ada di kelas VIII A, anak-anak murid saya membuat hiasan
bingkai jendela dari botol-botol plastik
bekas. Ini dapat meningkatkan kreativitas
anak anak-anak Pak.” jelas Bu Eni kemudian.
“Baiklah,
saya akan menindaklanjuti hal ini segera.” jelas Bapak Kepala Sekolah dengan
tegas. Anak-anak mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Sekolah.
Pada jam
pulang sekolah, seluruh siswa berkumpul di depan ruangan guru karena akan ada
pengumuman yang akan diberitahukan Bapak Kepala Sekolah.
“Selamat
siang anak-anak.” salam Bapak Kepala Sekolah.
“Selamat
siang Pak.” jawab seluruh siswa serempak.
“Besok
kita akan melakukan kerja bakti untuk membersihkan sekolah. Jadi, bawalah
alat-alat yang dapat digunakan untuk bekerja. Selamat siang dan terimakasih.”
jelas Bapak Kepala Sekolah dengan singkat, karena ia tahu para siswa sudah
lapar dan haus. Anak-anak membalas salam Bapak Kepala Sekolah seraya
berhamburan pulang.
***
Esok
harinya, seluruh siswa SMP N 2 Waingapu berkumpul di tempat yang sama seperti
kemarin siang. Bapak Kepala Sekolah menjelaskan dan mengarahkan apa yang akan
dilakukan pada saat bekerja membersihkan lingkungan sekolah.
Akhirnya, para siswa mulai bekerja yang dipandu oleh Pak Budi, Bu Eni,
dan guru lainnya. Seluruh sisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok putri
dan kelompok putra.
Kelompok
putra bertugas untuk mengumpulkan sampah di seluruh lingkungan sekolah, agar
dapat dipisahkan oleh kelompok putri
menjadi sampah organik dan non oranik.
Setelah dipisahkan, sampah tersebut akan
diolah sesuai jenisnya.
Kelompok
Putri bekerja dengan semangat. Mereka membagi kelompok mereka dalam dua bagian
lagi, yaitu kelompok 1 bertugas untuk mengolah
sampah plastik menjadi hiasan, vas bunga, tas, dan lain-lain yang
dibimbing oleh Bu Elsye. Hasil dari pekerjaanbersebut akan dibagikan secara
merata ke seluruh kelas. Sedangkan, kelompok 2 bertugas untuk mengolah sampah
organik yang dibimbing oleh Pak Karno. Pertama, mereka mengumpulkan sampah
dedaunan yang sudah tua kedalam karung
yang cukup besar, dan mencampurnya dengan tanah. Lalu, karung tersebut diikat
dengan tali dan akan dibiarkan selama beberapa hari, agar dedaunan dapat hancur
dengan baik.
Tak
kalahpun kelompok putra, mereka bekerja sambil bernyanyi agar dapat menambah
semangat saat bekerja. Mereka juga membakar sampah-sampah yang tidak dapat
diolah. Tidak terasa pekerjaan para siswa telah selesai, tepat jam 11 siang.
Akhirnya, anak-anak pulang ke rumah dengan rasa puas. Karena, berkat kerjasama mereka dapat
menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik. Terlebih untuk Eza, Andre,
Sandra, Viola, dan Didi. Mereka sangat bangga, karena Bapak Kepala Sekolah
telah memenuhi permintaan mereka.
Setibanya di rumah, Andre tak lupa mengucapkan salam dan segera berganti pakaian. Sambil
menunggu masakan Ibunya matang, Andre keluar menghampiri Bapaknya yang sedang
membelah kayu bambu.
“Apa
yang sedang Bapak kerjakan?” tanya Andre seraya mengambil kue pisang yang ada
di piring dekat Bapaknya.
“Ini,
Bapak sedang membuat pagar pembatas untuk pohon yang akan Bapak tanam.” jelas
Bapak, masih sambil meneruskan pekerjaanya.
“Ini
pohon apa Pak?” tanya Andre sambil mengambil pohon yang masih muda yang akan di
tanam Bapaknya.
“Ini
namanya pohon angsana, Ndre! Pohon ini sangat baik untuk mencegah pencemaran
udara, seperti yang ditimbulkan oleh asap rokok, asap kanalpot kendaraan, dll.”
jelas Bapak.
Andre
lalu teringat akan Ibunya. Andre merasa Bapak dan Ibunya mempunyai bakat untuk
menjadi seorang guru. Karena ia merasa seperti berhadapan dengan seorang guru,
saat kedua orangtunya memberi penjelasan padanya.
“Mengapa
melamun Ndre?” tanya Bapak mengagetkan lamunan Andre.
“Ah,
tidak Pak. Saya hanya merasa Bapak dan Ibu mempunyai bakat menjadi seorang
guru.” kata Andre sambil tersenyum. Bapak hanya tertawa terpingkal-pingkal
mendengar perkataan Andre.
“Andre,
Andre. Kamu ini aneh-aneh saja. Tentulah Bapak mengetahui hal itu, karena dulu
Bapak juga bersekolah.” jelas Bapak sambil menggelengkan kepalanya.
Mereka tertawa bersama-sama di bawah pohon yang
rindang sambil menikmati sepiring pisang goreng. Tiba-tiba datanglah Ibu sambil
membawa ceret dan gelas. “Kalian ini, tertawa saja. Minum dulu
airnya, supaya lebih segar!” kata Ibu sambil menuangkan air ke dalam gelas.
Bapak dan Andre meneguk air tersebut dengan lahap, lalu kembali bekerja.
“Nah,
sekarang pohon ini sudah tertancap dalam tanah!” kata Bapak dengan puas.
“Iya
Pak. Lima pohon sudah selesai ditanam!” jawab Andre seraya menggigit pisang
goreng lagi karena perutnya sudah sangat lapar.
“Tapi
ingat, pohon ini harus kamu rawat dengan baik, karena jika kelak pohon ini
telah dewasa, akan sangat berguna bagi
kita.” nasihat Bapak.
“Baik
Pak.” jawab Adre mengerti.
“Dan
kamu juga harus merawat semua tanaman yang ada di rumah kita. Karena tumbuhan
dapat mencegah terjadinya pencemaran udara. Itu adalah tanggung jawabmu.” kata
Bapak lagi.
Andre mengangguk mengerti. Ketika masakan Ibu
telah matang, Bapak dan Andre bergegas untuk mencuci tangan, lalu makan siang bersama.
***
Pada
pagi harinya, Andre dan Eza tampak bersemangat untuk segera berangkat ke
sekolah. Karena, sekolah mereka pada saat itu akan tampak berbeda setelah
dibersihkan pada hari kemarin.
“Za,
santai saja jalannya. Hari masih pagi.” kata Andre sambil berjalan beriringan
dengan Eza.
“Bukannya takut lambat, Ndre. Aku hanya terlalu bersemangat untuk segera
tiba di sekolah.” kata Eza seraya mengurangi kecepatan jalannya.
“Oh,
begitu. Aku juga tak sabar untuk itu.” tanggap Andre kemudian.
Setibanya di sekolah, suasana tampak sanagt berbeda. Anak-anakpun lebih
nyaman saat melakukan kegiatan di sekolah.
Pada saat istirahat pertama, terlihat Andre, Eza,
Didi, Viola, dan Sandra sedang berbincang-bincang seraya mengunyah beberapa
gorengan.
“Senangnya, kebersihan di sekolah kita mulai ada peningkatan ya!” kata
Eza sambil tersenyum pada teman-temannya.
”Tentu
dong. Karena para siswa lainnya telah menyadari betapa pentingnya kebersihan
lingkungan itu” sahut Viola.
“Betul,
jadi kita lebih nyaman saat berada di sekolah.” kata Dewi tidak mau kalah
dengan pendapat teman-temannya.
“Mudah-mudahan, sekolah kita akan selalu terjaga kebersihannya!” kata
Didi.
“Setelah
berkeliling, saya rasa masih ada yang kurang di sekolah kita ini.” kata Andre.
“Apa
lagi Ndre?” tanya Sandra. “Rencana kegiatan pembersihan lingkungan sekolah
sudah terwujud, sekarang apa lagi keinginanmu?” tanya Sandra masih penasaran.
“Saya
ingin, sekolah kita memiliki pohon pelindung.” jelas Andre.
“Nah,
apa sudah kamu pikirkan dimana tempat yang cocok untuk menanamnya?” tanya Viola
kemudian.
“Menurutku, sebaiknya pohon itu ditanam di pinggir areal sekolah.” kata
Andre kemudian.
“Baiklah, nanti akan kita usulkan hal ini kepada Bapak Kepala Sekolah.”
kata Eza kemudian.
Bel tanda masuk menghentikan percakapan mereka.
Setelah membayar, mereka meninggalkan kantin sekolah.
***
Ternyata rencana mereka disetujui oleh Bapak
Kepala Sekolah. Apalagi yang mengusulkan itu adalah Pak Karno. Gaya bicara guru
muda itu sangat meyakinkan. Anak-anak telah membicarakan hal ini dengan Pak
Karno. Jadi, segala sesuatu mengenai bahan yang diperlukan sudah
dipertimbangkan dengan baik dan telah dikonsultasikan dengan Bapak Kepala
Sekolah.
Hasil
keputusan dari Bapak Kepala Sekolah adalah, biaya untuk penanaman dan perawatan
tanaman tersebut akan ditanggung oleh pihak sekolah, mulai dari pembelian
pupuk, ongkos pembawa bibit, dan pembuatan pagar pembatas.
Pohon-pohon pelindung tersebut akan didapatkan secara cuma-cuma dari
Dinas Pertanaman Kota. Pohon yang akan ditanam anak-anak tidak banyak, hanya 6
pohon. Semuanya akan ditanam di pinggir areal sekolah, sesuai rencana.
Untuk
rencana ini, Bapak Kepala Sekolah menunjuk Pak Karno sebagai pemimpin dan
dibantu oleh Andre dan teman-temannya. Andre hanya memilih teman-teman yang
bersedia ikut bekerja bakti untuk rencana tersebut, karena anak-anak yang
lainnya memiliki rencana yang lain pada hari minggu. Anak-anak yang bersedia mengikuti
kerja bakti adalah Andre, Didi, Eza, Rio, Diky, Susi, Viola, dan Sandra.
Pada
hari minggu yang cerah, Pak Karno dan anak-anak lainnya telah berkumpul di
sekolah tepat jam 7 pagi untuk bekerja bakti. Pak Karno mulai membagi-bagikan
tugas pada anak-anak, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Andre dan
kelompok Viola.
Kelompok
Andre bertugas untuk menggali lubang dan menanam pohon, yang di bantu oleh Pak
Karno. Sedangkan, kelompok Viola bertugas untuk membuat pagar pembatas, menyiramnya
dengan air, serta memupukinya dengan pupuk yang telah tersedia. Kelompok Viola
akan dibantu oleh Pak suryo, penjaga sekolah mereka.
Mereka
semua bekerja dengan semangat, hingga pekerjaan mereka selesai tepat jam 10
pagi. Sehabis bekerja tentu mereka merasa lapar. Untungnya, Pak Suryo telah
menyiapkan makanan untuk disantap bersama. Anak-anakpun makan dengan lahapnya.
Sambil
makan mereka berbincang-bincang mengenai hasil pekerjaan mereka.
“Syukurlah, pekerjaan kita sudah selesai. Semoga pohon ini akan selalu
dalam keadaan baik!” kata Andre sambil mengunyah makanan yang masih di
mulutnya.
“Mudah-mudahan, apa yang kita cita-citakan ini benar-benar dapat
terwujud!” kata Didi tidak mau kalah.
“Tentu,
asalkan kita bisa menjaga keselamatannya dari tangan-tangan jahil.” sambung Sandra.
Pak Karno dan Pak Suryo hanya tersenyum mendengar
perbincangan mereka.
“Oh ya,
bagaimana kalau kita membuat papan slogan untuk ditempelkan di pohon depan
sekolah kita?” usul Andre kemudian.
Pak Karno tersenyum. “Ide kamu aneh-aneh saja
Ndre! Kira-kira bagaimana jelasnya rencanamu?”
Setelah meneguk minumannya, barulah Andre
menjawab. “Jadi, saya ingin agar di depan sekolah kita terdapat papan slogan
mengenai arti pentingnya kesadaran dalam mencintai dan melindungi bumi kita
ini!” jelas Andre.
“Bapak setuju dengan idemu. Tapi, tulisan
apa yang akan kita muat nanti dalam papan slogan itu?” tanya Pak Karno.
“Itulah
yang akan kita rumuskan Pak.” kata Andre sanbil mengipas tubuhnya yang
kepanasan dengan koran bekas.
“Dan satu
lagi, kita juga harus mempertimbangkan biaya pembuatannya.” sambung Rio.
“Kamu
benar Rio. Jadi, kapan hal ini akan kita rumuskan?” tanya Didi kemudian.
“Sekarang adalah waktu yang tepat saat kita berkumpul.” jawab Diky.
“Menurutku, sebaiknya kita memuat tulisan yang berhubungan dengan
kegiatan yang sedang kita lakukan.” usul Eza.
“Bapak
setuju. Jadi, bagaimana ide kalian anak-anak?” tanya Pak Karno.
Suasana seketika mulai hening. Anak-anak mulai
berpikir.
“Aha,
aku tahu tulisan yang tepat yaitu, GERAKAN KECIL MENCINTAI BUMI. Apakah kalian
setuju?” seru Eza dengan lantang.
Semua orang setuju dengan usul Eza. Jadi, rencana
tersebut akan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Bapak Kepala
Sekolah. Karena tak ingin menunda rencana tersebut, Pak Karno segera
menghubungi Bapak Kepala Sekolah, dan akhirnya beliau setuju akan hal tersebut.
Saat
akan bekerja, anak-anak bingung mendapatkan semua bahan dan peralatan untuk pembuatan
papan slogan tersebut. Pak Suryo yang sedari tadi mendengarkan percakapan
mereka, diam-diam telah menyiapkan semua keperluan mereka dalam mewujudkan
rencana tersebut. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari dalam gudang sekolah.
Anak-anakpun sangat gembira dan segera bekerja.
Pekerjaan tersebut mereka kerjakan secara bersama-sama, agar dapat
menjaga kekompakan mereka sebagai sebuah tim, mulai dari pengukuran papan
slogan, pengecatan, dan sampai pada proses akhirnya yaitu penempelan papan
slogan yang dipakukan pada pohon beringin depan sekolah.
Setelah
selesai, anak-anak tak henti-hentinya memandangi papan slogan tersebut. Ada
rasa bangga dan kepuasan dalam diri mereka, karena dapat membuat sesuatu yang
bermanfaat buat orang lain dan diri mereka sendiri untuk lebih mencintai bumi
melalui hal-hal kecil. Setelah membereskan semua alat dan bahan yang digunakan
ke dalam gudang, mereka semua segera pulang ke rumah.
Esoknya pada hari senin, seperti biasa
sekolah mengadakan upacara. Semua kelas sibuk mengatur barisannya. Andre dan
teman-teman, langsung mengikuti barisan mereka yang terletak di sebelah paling
kanan. Para guru dan kepala sekolah telah hadir, kemudian pemimpin upacara
segera menyiapkan dengan suara lantang.
Acara
demi acara telah diikuti oleh peserta upacara. Dan tibalah, giliran Bapak
Kepala Sekolah untuk menyampaikan pidatonya.
“Murid-muridku
yang saya kasihi dan guru-guru yang saya hormati, Syalom bagi kita semua!”
tutur Bapak Kepala Sekolah dengan lugas.
Peserta
upacara serempak menjawab: “Syalom!”
“Seperti apa yang kita ketahui, di sekolah kita ada
suatu hal yang baru, yang mungkin kalian juga melihatnya. Di sekitar kita telah
ditanami pohon pelindung. Kebetulan yang menanamnya adalah teman-temanmu
sendiri. Dan mereka juga yang telah membuat papan slogan yang terpampang di
depan sekolah kita.” kata kepala sekolah sambil tersenyum.
Mendengar hal itu, dada Andre terasa berdesir.
“Tindakan ini jarang sekali menjadi pemikiran murid-murid yang lalu.
Baru kali inilah ada siswa yang berani mengemukakan suatu ide demi sekolahnya.
Ide itu bukan untuk kepentingan diri
sendiri, tetapi demi kebaikan dan kesehatan kita bersama.
Untuk
itu, pada kesempatan ini, murid-murid yang telah menyumbangkan pikiran dan juga
tenaganya demi sekolah kita, akan mendapat sebuah penghargaan.!” jelas Bapak
Kepala Sekolah.
Serentak, semua peserta upacara bertepuk tangan, dan Bapak Kepala
Sekolah melanjutkan pidatonya.
“Teman-teman yang telah berjasa bagi sekolah ini, akan Bapak sebutkan
satu per satu. Mereka adalah Andre, Eza, Didi, Rio, Diky, Viola, Sandra, dan
Susi. Atas jasanya yang sangat besar bagi sekolah kita ini, maka mereka akan
mendapatkan hadiah penghargaan, berupa sejumlah uang untuk beasiswa.”
Kembali
yang hadir dalam upacara, bertepuk tangan.
“Semoga,
dengan hal ini para siswa dapat terdorong untuk membuat sesuatu yang berguna
bagi sekolah. Jadi, jangan malu untuk mengungkapkannya.” ucap kepala sekolah
sambil tersenyum.
Setelah
memberi pengarahan pada peserta upacara, Bapak Kepala Sekolah menutup pidatonya
dan mengucapakan salam.
Setelah
seluruh barisan bubar, para siswa segera mesuk ke kelas. Pada hari itu, nama Andre
dan kawan-kawan menjadi terkenal. Mereka juga tak menyangka, ternyata kegiatan
mereka selama ini selalu diikuti oleh sekolah.
S E L E S A I
B I O D A T A
Nama : Elsye Yurike Lalupanda
Kelas : VIII A
Usia : 14 tahun
Nama sekolah : SMP Negeri 2 Waingapu
Alamat Sekolah :
Kota Waingapu, Sumba Timur, NTT
Jln. Majapahit
Nomor Telpon :
0852 319 454 33
Alamat Rumah :
Kota Waingapu, Sumba Timur, NTT
Jln. Umbu Tunggu bili No.1( TK Matawai Amahu
)